Kamis, 31 Desember 2009

[Cinta Dongeng, Cinta Baca] Menjadikan Dongeng dan Bacaan Sahabat Anak

Oleh: Nurul Setyorini


Membentuk generasi muda bangsa ini menjadi generasi pembelajar yang cinta membaca demi mengembangkan wawasannya dan memuaskan rasa haus akan pengetahuan, bukanlah sebuah proses yang instan. Seperti kata pepatah, ‘tak kenal maka tak sayang’, orang-orang dewasa di sekeliling anak perlu membangun situasi dan kondisi yang mampu menumbuhkan minat baca anak, sedari dini.

Beragam cara dapat ditempuh untuk menumbuhkan minat baca, seperti mendekatkan buku dalam kehidupan keseharian anak sehingga ia telah mengenal benda bernama buku, bahkan sejak ia belum bisa membaca. Buku untuk anak sendiri sebaiknya disesuaikan perkembangan anak, dimana anak biasanya tertarik dengan buku yang kuat unsur visualnya alias buku cerita bergambar. Lebih jauh, situasi rumah yang ramah dengan aneka bacaan mulai dari yang serius sampai yang ringan, ensiklopedia, koran, novel, majalah dan sebagainya, tentunya akan lebih mendukung bagi tumbuhnya kecintaan anak pada dunia membaca. Metode lainnya yang bisa dilakukan ialah dengan mendongeng, dimana aktivitas yang satu ini dapat dilakukan dengan atau tanpa buku. Di samping manfaat-manfaat yang dikandung dalam dirinya sendiri, mendongeng ibarat sebuah kendaraan yang dapat mengantarkan anak pada tahap lebih lanjut yakni keterampilan membaca.

Menurut survey yang dilakukan terhadap 500 anak berusia 3-8 tahun yang dipimpin oleh Richard Woolfson dan disponsori oleh Disney/Pixar World of Cars, hampir 2/3 anak menginginkan orangtua mereka menyempatkan waktu membacakan dongeng sebelum tidur . Hal ini setidaknya memberikan gambaran bahwa kegiatan mendongeng merupakan salah satu aktivitas yang disukai oleh anak-anak. Bahkan aktivitas mendongeng, telah diakui secara ilmiah, memberikan manfaat bagi tumbuh-kembang anak secara kognitif maupun psikologis. Lingkungan awal bagi bayi sampai usia balita, yang diisi dengan rangsangan positif seperti aktivitas mendongeng ini, akan berpengaruh terhadap perkembangan otak mereka, dimana pada usia dua belas tahun kemampuan otak mereka lebih baik ketimbang mereka yang dibesarkan dalam lingkungan yang kurang menstimulasi perkembangan otak .

Banyak manfaat dapat dipetik dari kegiatan mendongeng. Pertama, kegiatan mendongeng ini merupakan salah satu cara untuk mempererat kebersamaan dan ikatan emosi antara orangtua dan anak. Ritual mendongeng sebelum tidur bisa menjadi memori manis yang dikenang anak sampai ia dewasa kelak. Kedua, aktivitas mendongeng dapat mengasah kemampuan berbahasa anak. Dalam filsafat konstruktivisme, mendongeng dapat dipandang sebagai sarana untuk mengembangkan bahasa lisan dan kemampuan literasi anak. Mendongeng adalah proses menghadirkan realitas sosial melalui cerita, ke dalam alam pikiran anak-anak, yang dilakukan melalui bahasa. Mendongeng membantu anak memahami makna realitas yang dihayati bersama oleh masyarakat, seperti apa itu binatang, tumbuhan, sampai hal abstrak seperti kebaikan dan kasih sayang. Selain itu, mendongeng dapat memperkaya perbendaharaan kosakata yang dipunyai anak. Ditambah lagi, jika dibangun suasana mendongeng yang interaktif maka bisa digunakan untuk memancing umpan balik dari anak, seperti adanya tanya jawab tentang apa yang terjadi dalam kisah dongeng tersebut. Ketiga, dongeng dapat merangsang imajinasi anak, baik dongeng tanpa buku maupun dengan buku. Misalnya, ketika diceritakan bagaimana petualangan kancil yang nakal karena suka mencuri timun diakhiri dengan jebakan boneka orang-orangan sawah yang telah dilumuri lem, atau bagaimana Timun Emas berlari-lari menghindari kejaran raksasa, atau megahnya kastil-kastil ala cerita Eropa seperti Putri Salju yang tidak dapat dijumpai di negeri sendiri, atau cerita Pandawa yang harus menghadapi Kurawa yang jumlahnya tidak tanggung-tanggung, seratus! Lebih lanjut, imajinasi anak dapat mendorong tumbuhnya proses kreatif dalam diri anak, yang dapat diimplementasikan dalam kegiatan seperti menggambar atau memainkan tokoh-tokoh dalam dongeng dengan benda-benda mainannya. Selain itu, dongeng juga mampu menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai moral pada anak tanpa harus menggurui. Melalui berbagai karakter dan penokohan yang ada dalam dongeng, dapat ditanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, empati, kasih sayang, tolong menolong, yang dapat membentuk kepribadian anak yang positif. Namun, dengan menyesuaikan perkembangan daya nalar anak, karakter-karakter yang diperkenalkan memiliki pendirian yang tegas, mewakili kebaikan ataukah kejahatan, protagonis ataukah anatagonis. Ini adalah pijakan dasar anak nantinya menyelami dunia lebih dalam, yang ternyata juga memiliki karakter abu-abu.

Mendongeng untuk anak tidak hanya harus memperhatikan isi dan narasi cerita (what story) dan tujuan mendongeng seperti menanamkan pesan moral (why tell that story) seperti yang diungkapkan sebelumnya, melainkan juga harus menimbang unsur-unsur lain yakni untuk siapa dongeng itu dibacakan (who listen the story), bagaimana cara penyampaiannya (how to tell the story) juga kapan dan dimana cerita itu akan disampaikan (when and where). Karena target audiens dari kegiatan mendongeng ini adalah anak-anak, maka cara penyampaian cerita tentunya dengan kemasan dan bahasa yang mudah dicerna oleh anak-anak. Kompleksitas isi cerita yang ditawarkan gradual mengikuti tingkat usia anak, dan yang tidak kalah penting ialah menyangkut fisik buku yang mencakup unsur visual, ilustrasi, lay out sampai ketebalan buku. Ruang fisik dan waktu yang disediakan untuk mendongeng pun juga dapat diatur lebih fleksibel dan tidak semata terikat pada ‘dongeng sebelum tidur’ yang umumnya dibacakan di (ruang) kamar pada (waktu) sebelum anak tidur. Pada saat anak bermain misalnya, tempatnya pun bisa di ruang keluarga, kebun dan sebagainya. Terakhir, bagaimana kualifikasi pendongeng juga memiliki peran yang signifikan terkait bagaimana penyampaian dongeng tersebut. Pendongeng idealnya memiliki kedekatan dengan anak, yakni keluarga besar dan terutama orangtuanya sendiri. Sang pendongeng sendiri harus memiliki ‘keterlibatan’ dalam cerita yang dibawakannya, artinya ia harus menyukai, menjiwai cerita, dan menikmati proses mendongeng itu sendiri.

Pendongeng harus pula memiliki keseriusan dalam membacakan dongeng, mampu membawakan dongeng itu dari awal sampai selesai. Selain itu, tidak kalah penting juga adalah kreativitas dalam penyampaian dongeng, misalnya penggunaan alat peraga dalam membawakan dongeng seperti boneka, wayang. Juga dapat ditambah unsur penunjang seperti musik dan efek suara (sound effect) baik dari alat pemutar maupun manual dilakukan manusia. Apalagi dengan komunikasi nonverbal yang kuat dari mimik muka dan gesture, mampu membuat cerita yang dibawakan menjadi lebih ‘hidup’, yang akan semakin mendorong antusiasme anak terhadap acara mendongeng ini.

Begitulah, meluangkan waktu mendongeng anak-anak ternyata memiliki efek yang positif bagi anak dalam proses mereka bertumbuh dan berkembang. Anak adalah harapan masa depan umat manusia, maka berikanlah mereka bekal untuk meneruskan keberlangsungan peradaban umat manusia. Mewujudkan cita-cita yang besar itu dapat dimulai dari hal kedengarannya sederhana, mendongeng....




Referensi:
M E., Young. 1999. Early child development: Investing in the future, Washington DC: World Bank.

note: gambar dipinjam dari sini
Perkaya Imajinasi dengan Dongeng. 2009. Terarsip dalam: http://indonesiabuku.com/?p=2039
Suciati, Irli Sri. 2007. Seputar Bagaimana dan Apa Bercerita atau Mendongeng yang Baik kepada Anak-anak. Mimbar Pustaka Jatim No.01/Th.I/Januari-Maret 2007


(diikutsertakan dalam lomba penulisan arikel “Cinta Dongeng, Cinta Baca”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar