Selasa, 29 Desember 2009

[Cinta Dongeng, Cinta Baca] Membuka Jendela Dunia Melalui Buku dan Dongeng

Oleh : Liliek Budiastuti Wiratmo


“Ibu, mengapa jalan kok berbintik-bintik?”
“Apa saja bahan untuk membuat jalan?”
“Aspal itu apa?
“Dari mana asal Aspal?”

Pertanyaan semacam itu keluar dari bibir mungil putera sulung kami ketika masih di Taman Kanak-Kanak Kelas Nol Kecil. Pertanyaan yang tiada habis dan bosan ia lakukan. Di dapur, di kamar, di kala mandi, di jalan, dimana pun ia tak lelah bertanya. Sebagai orang tua kami selalu berusaha menjawab setiap pertanyaannya bahkan merangsangnya untuk terus bertanya dan bertanya. Bagi kami dengan bertanya ia akan banyak tahu tentang banyak hal.

Tentu tak semua pertanyaannya dapat kami jawab. Bila itu yang terjadi, kami dengan jujur akan menjawab: “Ibu/Ayah belum tahu, coba nanti Ibu/Ayah cari dulu.” Dan kami selalu berusaha mendapatkan jawaban dari berbagai sumber. Entah karena alasan itu atau karena menurutnya kami bisa memenuhi rasa ingin tahunya suatu hari ia bertanya: “Kok Ibu/Ayah selalu tahu, tahu dari mana?” Waktu itu dengan ringan kami jawab: “Karena membaca, Nak.” Dialog itu terus berlanjut dan menjadi pendorong minat bacanya yang terus tumbuh.

Perkenalan Dini
Kami mulai mengenalkan bacaan kepada Si Sulung sejak ia baru berumur kira-kira satu tahun. ‘Bocil’ -Bobo Kecil- adalah majalah pertama yang dikenalnya. Awalnya ia senang membuka halaman demi halaman dan melihat gambar beraneka bentuk dan warna sambil kami bacakan teksnya. Saat ia mulai tertarik pada alat tulis kami membacakan perintah yang ada di majalah itu dan ia yang mengisi atau mewarnainya. Pengalaman yang sama dilakukan pada putra kedua kami.

Mendongeng menjadi ritual wajib sebagai pengantar tidur yang mengasyikan bagi kami semua, walau kadang-kadang kami- ayah dan ibunya lakukan secara bergantian. Dongeng yang diceritakan adalah dongeng klasik yang pernah kami dengar di masa kecil, seperti ‘Bawang Merah dan Bawang Putih’, ‘Kancil yang Nakal’ dan sebagainya. Kami juga membacakan dongeng yang dimuat di majalah atau surat kabar. Tak jarang kami menceritakan dongeng yang kami ciptakan sendiri. Bahkan kami pernah membuat buku dongeng yang dicetak bagus dengan tokoh baik yang menggunakan nama kedua putera kami. Acara mendongeng ini kami selingi dengan menyanyikan lagu anak-anak, lagu daerah serta lagu-lagu wajib.

Ternyata kegiatan membaca dan mendongeng yang menggembirakan ini merangsang sikap kritis dan mendorong minatnya untuk cepat belajar membaca. Semua tulisan yang dilihatnya dibaca. Koran, majalah, nama warung, nama bis, bahkan tulisan di samping becak pun menarik perhatiannya. Tak jarang kami diminta menghentikan kendaraan agar dapat membaca tulisan yang dilihatnya. Pada usia 5 tahun saat masuk Taman Kanak-kanak ia telah lancar membaca majalah ‘Bobo’ yang kami langgan untuknya, tanpa pernah memaksanya belajar membaca apalagi les membaca.

Buku Sebagai Hadiah
Melihat minat membaca mereka yang sangat tinggi kami tak hanya berusaha memupuk semangat yang telah tumbuh tersebut, tetapi mengharuskan kami sangat selektif memilih media dan bacaan di rumah. Dengan kesadaran bahwa membaca akan memberi ruang yang luas untuk belajar dan mengembangkan imajinasi serta berpikir kritis, sejak kedua putera kami masih kanak-kanak kami selalu memberi buku sebagai hadiah utama pada setiap moment penting mereka. Ulang tahun, setelah menerima rapot catur wulan atau semester dan kenaikan kelas atau ketika ia mencapai prestasi tertentu.

Ada tiga kriteria buku yang dibeli. Pertama, buku yang kami pilihkan. Kedua, buku yang dipilihnya sendiri. Dan ketiga, buku yang kami pilih bersama berdasarkan kesepakatan. Biasanya kami memilih buku pengetahuan dan agama, anak-anak memilih komik atau dongeng dan buku kompromi yang temanya berganti sesuai situasi saat itu. Beberapa jenis buku yang selalu kami beli adalah serial dongeng dari berbagai daerah, ilmuwan-penemu berbagai ilmu dan teknologi, cerita nabi dan agama, di samping buku-buku fiksi terkenal dunia. Meskipun anak-anak boleh memilih bacaan sendiri tetapi tetap dengan rambu-rambu yang juga disepakati. Bila awalnya buku yang mereka baca adalah cerita bergambar, seiring pertambahan usia secara perlahan bergeser ke buku-buku minim atau tanpa gambar. Walaupun hingga kini mereka tetap suka membaca komik.

Kebiasaan menjadikan buku sebagai hadiah meluas ke luar rumah. Kami biasa membawa oleh-oleh buku bacaan ketika berkunjung ke rumah saudara yang mempunyai anak kecil. Buku juga menjadi hadiah untuk keponakan yang khitan, berulang tahun, atau naik kelas. Buku menjadi buah tangan ketika menjenguk anak-anak yang sakit atau untuk kenang-kenangan untuk teman kedua putera kami yang pindah. Bahkan keponakan yang melahirkan pun mendapat kado buku. Buku-buku yang menginspirasi menjadi pilihan. Lebih dari sepuluh buku ‘Laskar pelangi’ karya Andrea Hirata diberikan sebagai hadiah dan kenang-kenangan.

Buku-buku koleksi yang kami miliki seperti Serial Lima Sekawan, Harry Potter, Lord of The Rings, empat buku karya Andrea Hirata-Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov, Gajah Mada, berbagai komik, majalah dan sebagainya tak dinikmati sendiri. Buku-buku itu berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain. Bagi kami lebih baik buku rusak karena dibaca daripada rapi tapi tak pernah disentuh-walaupun mereka merawat buku-bukunya dengan baik. Ini menjadi salah satu cara menularkan minat baca kepada anak-anak yang lain. Karena dari pengamatan kami aktifitas membaca tidak hanya melatih konsentrasi dan daya imajinasi, tetapi menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi sehingga mempunyai pengetahuan yang luas sehingga mampu melihat berbagai persoalan dari berbagai sisi secara kritis. Kami ingin anak-anak lain mendapat kesempatan yang sama.


(diikutsertakan dalam lomba penulisan artikel "Cinta Dongeng, Cinta Baca")

note :
gambar dipinjam dari sini

1 komentar:

  1. bisa tolong kasih info tentang komunitas dongeng ataau hal yang berkaitan dengan dongeng g??
    mohon bantuannya..makasii

    BalasHapus