Kamis, 31 Desember 2009

[Cinta Dongeng, Cinta Baca] Buku dan Dongeng: Hiburan yang Mencerdaskan

Oleh: Marlina

Cuma Mengeluh
Sering mendengar ucapan orang tua seperti ini?
“Duh anak saya nggak mau membaca buku pelajarannya”! atau “Anak saya malas sekali jika disuruh membaca.” Saya acap kali mendengar keluhan serupa dari ibu-ibu sekitar saya.
Disisi lain, saya pernah menghadiahkan sebuah buku parenting tentang masa emas 3 tahun pertama pada seorang kerabat, dan tanggapannya adalah : “Akh, saya nggak mau baca buku itu, karena tidak ada gambarnya, terlalu tebal!” Wow. Jadi mereka akan mengeluh jika anaknya malas atau tidak suka membaca, namun untuk membaca sendiri pun mereka enggan. Ironis.
Ada juga orang tua yang membiarkan anak-anak mereka lebih menyukai menonton TV dari pada membaca buku dan akhirnya menjadikan televisi sebagai pangkalan hiburan dan informasi utama keluarga. Seluruh keluarga, dari orang tua hingga anak –anak menelan semua sajian televisi yang sebagian besar berisi sinetron, infotainment, gossip, iklan, lagu lagu dewasa dan persaingan.

Ketika berkeluarga, sungguh saya tidak mau menjadikan televisi sebagai pusat hiburan di keluarga kami. Televisi memang mempunyai daya tarik yang begitu kuat dan sanggup membuat anak duduk tenang, namun efek negative dari banjir informasi yang tak tersaring, jauh lebih berbahaya!
“Apakah hanya Tv aja sih yang bisa begitu membius pemirsanya?” “Apakah memang tak ada hal lain yang bisa menarik perhatian anak-anak?” “Benarkah tidak ada hal lain yang bisa menjadi kebiasaan anak-anak?” “Tapi apa?” “Bagaimana caranya?” Pertanyaan-pertanyaan semacam itu selalu melintas.
Saya sangat percaya bahwa membaca adalah kegiatan membuka wawasan baru yang lebih menantang daripada sajian instan televisi.

Gemar Membaca
Saya dan suami suka sekali membaca dan ingin Lula, anak kami, dapat meneladani kebiasaan kami ini. Saya mulai berpikir bagaimana caranya. Saya mulai menggali lebih dalam. Mulai bertanya pada diri saya sendiri. Mengapa saya suka membaca? Karena saya terbiasa membaca. Atau mengapa buku itu saya baca? Karena saya tertarik dengan buku itu dan ingin tahu lebih dalam dan lebih lanjut dari buku itu. Tapi bagaimana caranya memperkenalkan kepada putri kecil saya hingga akhirnya tertarik pada buku.
Saya yang begitu dekat dengan almarhum papa, sering melihat papa membaca buku. Beliau gemar sekali membaca buku cerita silat. Ko Ping Ho menjadi buku favorit beliau. Dan mungkin saya secara alamiah menjadi tertular kesukaannya akan buku. Oke, mungkin “menularkan” adalah kata kerja yang saya cari. Saya mulai mencoba cara ini. Menularkan.

Menularkan
Sungguh saya belum punya cara yang sudah terbukti manjur. Tapi saya coba menularkan kebiasaan saya dan suami membaca, dengan cara memamerkan kebiasaan itu sesering mungkin di depan anak kami. Itu cara kami ke lula. Awalnya hanya untuk mengenalkan yang namanya buku. Mulai dari ternyata buku itu ada yang bergambar, berwarna hingga oh ternyata buku itu bisa sobek dan mengeluarkan suara saat disobek. Tidak apa. Itu harga sebuah pembelajaran, saya pikir saat itu. Ternyata berhasil menarik perhatian Lula.
Lula juga mulai tahu kalo buku A adalah buku bunda, buku B adalah buku ayah.Bagian atas rak buku berisi buku ayah, bagian tengah berisi buku bunda. Yah memang karena di kamar kami, dari 4 lemari, 3 diantaranya berisi buku.
Lalu, berikutnya apa? Dia sudah mengenal, tapi dia belum tertarik untuk membaca atau sekedar berlama-lama dengan buku. Bukan hanya karena gambar tapi memang tertarik untuk membaca.

Mendongeng
Untuk tujuan yang kedua ini, saya memilih membacakan. Bukan sekedar membacakan tentunya, tapi membacakannya juga harus menarik, paling tidak menarik perhatian anak untuk beralih dari aktifitasnya dia yang lain jadi mendengarkan apa yang saya baca.
Mendongeng, itulah pilihan saya. Kebetulan waktu SMA, saya ikut aktif di kegiatan drama sekolah jadi mudah buat saya mengatur ekspresi. Jadilah saya mendongeng bak pendongeng professional. Dan ternyata berhasil. Lula, selalu diam memperhatikan ketika saya mulai membaca dengan suara lantang, berintonasi dan sedikit bergaya. Entah karena lula bingung melihat kehebohan bundanya atau benar-benar karena dia tertarik bacaan yang saya baca, entahlah. Hahahaha.. tidak apa, yang penting membuat Lula tertarik dulu.
Itu terus saya lakukan setiap hari, meskipun waktunya tidaklah tetap. Karena hingga lula umur 1 tahun saya masih aktif bekerja. Tapi saya sungguh menikmati. Menikmati memamerkan kehebohan saya. Menikmati rasa takjub Lula melihat bundanya. Dan menikmati lula diam mendengarkan.

Waktu demi waktu berlalu, Lula beranjak besar. Beranjak susah diajak tidur siang. Tapi ada trik khususnya bunda. Kalau Lula tidak mau tidur siang karena asyik bermain, saya akan bilang, “siapa yang mau tidur sama bunda dan dibacakan buku?” Langsung Lula beranjak dari aktifitasnya dan siap-siap tidur siang.
Ketika Lula sudah bisa bicara, dia mulai meminta saya membacakan untuknya. Dia mulai memilih buku yang dia ingin saya bacakan atau yang ingin dibelinya. Bahkan pernah suatu hari dia dapat ‘angpau” dari neneknya dan ketika ditanya ingin beli apa, Lula dengan serta merta menjawab ingin membeli buku dan dibacakan bunda. Lula terlihat sudah memiliki rasa ingin tahu tentang isi buku yang dia pilih. Ok, satu step lagi sudah terselesaikan.

Membaca melatih imajinasi
Di lain kesempatan, saya sering melihat lula membaca sendiri buku yang pernah saya bacakan dengan kata-kata yang hampir persis sama dengan yang ada di buku. Mungkin dia hapal, karena waktu itu dia belum bisa membaca. Terkadang juga hanya berdasarkan gambar yang ada, lula berimajinasi sendiri mengarang ceritanya. Dan yang membuat menarik, intonasi pun menyertai imajinasinya.
Saat bermain sekolah-sekolahan bersama teman-temannya, Lula juga suka membacakan buku sesuai hapalan atau imajinasinya.
“Alhamdulillah, Lula sudah mulai tertular.” Ucap saya saat itu. Lula kini sudah mulai membaca dan dia sudah memiliki rak khusus buku-bukunya. Isinya segala macam buku. Dia yang akan memilih buku yang mana yang ingin dia baca atau dibacakan.

Dengan Cinta
Dengan cinta semua bisa dilakukan. Meskipun tidak ikut latihan khusus mendongeng, karena cinta kepada anak dan keinginan membuatnya gemar membaca, saya bisa menjadi pendongeng.
Bahkan saya pernah mendapatkan hadiah karena mendongeng di sebuah acara yang dihadiri para orang tua, yang diselenggarakan sebuah penerbit bacaan anak. Saat itu setiap orang diminta memilih satu buku bacaan anak yang mereka terbitkan dan diminta mendongeng di depan forum. Alhamdulillah tanpa disangka, saya menjadi pemenang. Ketika ditanya apakah saya seorang pendongeng, saya menjawab iya, mendongeng untuk anak saya. Dan saat mendongeng tadi, saya membayangkan sedang mendongeng untuk anak saya, meskipun di depan saya adalah para orang tua.
Cara yang saya sering lakukan sebelum mendongeng adalah membiasakan membaca dulu ceritanya. Sehingga saya tidak lagi terlalu berfokus pada buku bacaan atau pada teksnya. Saya bisa pindahkan fokusnya ke perubahan suara (sesuai jumlah tokohnya) dan sedikit gaya tentunya.

Saya percaya, untuk hasil yang terbaik tidak ada yang instant. Semua butuh proses. Termasuk menumbuhkan kegemaran membaca. Butuh proses mengenalkan, membuat tertarik dan mencontohkan. Terbukti saat lula belajar membaca, dia senang sekali karena sebelum belajar terlebih dibacakan dongeng oleh ibu gurunya. Hasilnya, tidak saja dia jadi bisa membaca dengan cepat (kurang dari 3 bulan) tapi juga jadi gemar membaca.
Jalan masih panjang, masih banyak yang harus di eksplorasi dan dengan sabar dipelajari.
Lakukan dengan cinta untuk orang-orang tercinta, maka hal luar biasa akan terjadi.

(diikutsertakan dalam lomba penulisan arikel “Cinta Dongeng, Cinta Baca”)

note: gambar dipinjam dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar