Rabu, 16 Desember 2009

[Cinta Dongeng, Cinta Baca] DONGENG : VISUALISASI dan IMAJINASI

Oleh : Reza Aprianti

Apa yang menjadi kebiasaan orang tua saat melihat anak-anaknya akan beranjak tidur pada malam hari? Ada yang tetap duduk manis di depan televisi tanpa peduli sama sekali. Adapula yang sibuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga yang masih tersisa, sehingga tidak memperdulikan ketika anak akan tidur. Bahkan ada juga orang tua yang berpesan “ Cepat tidur, biar besok ngak telat kesekolahnya”, sambil berlalu pergi kedapur. Lantas masih adakah orang tua yang dengan sengaja mengantarkan anaknya ketempat tidur, menyelimutinya dan menceritakan dongeng pengantar tidur sampai Sang anak teridur lelap?

Pertanyaan terakhir kiranya wajar untuk dibahas lebih lanjut, karena momen seperti itu sudah sangar jarang kita jumpai. Banyak faktor yang menjadi penyebab hal tersebut menjadi sesuatu yang sangat istimewa. Pertama, terlalu lelahnya kondisi fisik dan emosional orang tua. Pada malam hari orang tua hanya mempunyai energi sisa dari begitu padatnya aktivitas pada siang harinya. Menyebabkan anak-anak hanya mendapatkan sisa-sisa perhatian, sisa-sisa kasi sayang, sisa-sisa pujian dan semuanya yang masih bisa tersisa. Indikator kedua adalah membacakan dongeng sebelum tidur bukanlah sebuah kebiasaan atau tradisi sehingga tidak masuk dalam agenda rutin keluarga. Ketiga, ketidak tahuan orang tua tentang besarnya manfaat mendongeng bagi perkembangan anak-anak.

Dalam sebuah riset yang dilakukan di Amerika terhadap anak-anak yang kecanduan media baik itu TV, ponsel, game komputer, playstation, dan internet, ternyata salah satu kiat yang bisa digunakan untuk meminimalisir hal tersebut adalah dengan membiasakan para orang tua membacakan cerita sebelum tidur kepada anak-anaknya. Karena ini diyakini dapat mempererat hubungan batin antara keduanya. Mengapa hal ini dirasa sangat penting, maka dari itu akan dijelaskan mengenai manfaat mendongeng sebelum tidur bagi anak-anak.

Dalam ilmu komunikasi, aktifitas mendongeng dapat dikategorikan kedalam bentuk komunikasi antar personal karena berlaku antar dua orang (anak dan orang tua). Proses komunikasi sendiri didefinisikan sebagai proses penyampaiaan pesan dari sumber (sender) ke penerima (reciver) yang berlangsung dua arah (feedback). Dalam proses mendongeng, yang bertindak menjadi sumber adalah orang tua dan yang menerima adalah anak. Sedangkan pesan yang dikirim berupa pesan verbal (kata-kata) dari dongeng yang diceritakan. Tentu saja dalam banyak buku dongeng tidak hanya pesan dalam bentuk verbal yang ditampilkan melainkan dilengkapi juga dengan pesan nonverbal yang berupa gambar yang disebut juga sebagai pesan visual. Buku dongeng yang memuat banyak gambar sangat baik untuk menstimulus daya imajinasi mereka. Dengan membayangkan karakter yang terdapat dalam dongeng tersebut, hal ini sangat baik untuk daya kembang otak kanannya.

Dongeng merupakan sesuatu yang manarik bagi setiap anak-anak. Darinnya dapat tercipta sebuah dunia baru tempat segala imajinasi tentang tokoh dan latar belakang cerita tergambar dalam benak mereka. Visualisasi tokoh-tokoh yang ada dalam dongen dengan warna-warni yang cerah mampu membangkitkan minat mereka untuk terus memperhatikan. Media dongeng yang memuat banyak gambar bisa dikategorikan ke dalam komunikasi visual. Komunikasi dalam bentuk visual dianggap sebagai alat yang bisa menembus dan mengatasi keterbatasan bahasa. Komunikasi visual sendiri berarti bentuk komunikasi yang tidak hanya menghadirkan kejelasan satu arti dari pesan tapi bisa bercabang seiring dengan bentuk dan ornamen yang dibawanya misalnya, warna, emosi, tekanan, komposisi dan lain sebagainya. Selain itu komunikasi visual bisa tidak hanya menghadirkan pesan dalam bentuk tulisan, melainkan lebih berupa gambar, lukisan, foto, desain, karikatur dan lain-lain. Selain itu, komunikasi visual juga dapat diartikan sebagai sebuah rangkaian proses penyampaian kehendak atau maksud tertentu kepada pihak lain dengan penggunaan media penggambaran yang hanya terbaca oleh indera penglihatan. Komunikasi visual mengkombinasikan seni, lambang, tipografi, gambar, desain grafis, ilustrasi, dan warna dalam penyampaiannya.

Bahasa gambar dinilai jauh lebih komunikatif dibandingkan dengan bahasa tulis. Seperti yang diunggkapkan oleh C. Leslie Martin bahwa“one picture is better than a thousand words”. Bahasa lisan dan tulisan memiliki keterbatasan disamping kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Bahasa lisan dan tulisan mengundang imajinasi dengan perbedaan-perbedaan interpretasi visual. Gambar melengkapi bahasa lisan dan tulisan dalam kaitan menjelaskan keberadaan suatu obyek. Gambar memiliki kemampuan memaparkan lebih rinci dan membatasi rentang interpretasi. Hanya dengan satu gambar mampu memceritakan rangkaiaan peristiwa ataupun kejadian dengan lebih baik. Gambar mampu bercerita banyak dengan berbagai komponen gambar yang mendukung visualisasi agar dapat dimengerti oleh pembaca dengan mudah.

Informasi bergambar akan lebih menarik dibanding yang berbentuk tulisan, karena hampir setiap orang lebih menyukai gambar. Media visual berbentuk gambar merupakan metode yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman, walau gambar tidak disertai tulisan sekalipun. Gambar merupakan media yang ampuh untuk mengungkapkan pesan karena lebih mudah dicerna. Visualisasi adalah cara atau sarana yang paling tepat untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas. Penampilan secara visual selalu mampu menarik emosi pembaca dan dapat menolong seseorang untuk menganalisa, kemudian mengkhayalkannya pada kejadian sebenarnya.

Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan agar sang anak tertarik untuk membaca atau mendengarkan cerita pengantar tidur adalah pertama, sangat diusahakan menemani sang anak pada saat membaca. Mulailah membaca bersama mereka sejak anak berusia dini agar mereka cinta buku dan cerita. Kedua, sesuaikan bahan bacaan dengan usia mereka. Ketiga, cara yang baik untuk mendorong anak agar mau membaca adalah dengan membaca secara bergantian. Misalnya orang tua dapat membaca satu halaman kemudian sang anak yang melanjutkannya atau dengan membaca karakter yang satu dan sang anak karakter yang lainnya. Keempat, memberikan kebebasan pada sang anak untuk mengambil dan memilih buku sesuai dengan keinginan mereka atau hal-hal yang berhubungan dengan hobi dan hal-hal lain yang mereka minati.


note :
gambar diambil dari sini

Daftar Pustaka

Orange, Teresa and Louise O’flynn. 2005. The Media Diet for Kids. Hay House, United Kingdom.
Istanto, Freddy H.. Gambar Sebagai Alat Komunikasi Visual. Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra.
Kusmiati R, Artini. 1999. Teori Dasar Disain Komunikasi Visual. Penerbit Djambatan, Jakarta.

(diikutsertakan dalam Lomba Menulis Artikel "Cinta Dongeng, Cinta Baca)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar