Minggu, 23 Mei 2010

Melepas Anak ke Dunia Maya

Oleh: Mamiek Syamil

Saya sangat faham dan aware akan bahaya yang mengintip di setiap sudut dunia maya. Tetapi mengapa saya lepas juga anak-anak saya ke sana? Saya sebenarnya termasuk jenis orang tua paranoid, tidak bisa membiarkan anak-anak saya mendekati, apalagi bersinggungan, dengan apapun yang mengandung bahaya.

Membawa anak-anak ke dunia maya ibarat membawa mereka ke pantai yang indah, yang berujung ke lautan luas. Bermain di pinggirnya-pinggirnya sangatlah menyenangkan, dan melenakan. Tak sedikit orang yang tak waspada, bahkan cenderung menyepelekan bahayanya. Sampai akhirnya ombak besar menggulung mereka. Bedanya, "ombak besar" dari dunia maya yang "menenggelamkan" anak-anak itu banyak tidak disadari oleh orang tua.

Membentengi anak-anak untuk tidak berhubungan dengan internet adalah tidak mungkin, kecuali kita ingin memangkas keingintahuan mereka. Internet juga sumber pengetahuan. Seperti halnya buku dan televisi, ada yang baik, ada yang buruk. Bedanya, isi internet yang buruk hanya sejauh satu "klik". Itulah sebabnya saya melepas anak saya seperti orang paranoid (untuk yang satu ini, I don't mind to be called paranoid, some people have done it). Saya ijinkan anak-anak mempunyai situs mereka sendiri, tapi dengan seribu satu persyaratan dan aturan yang harus mereka patuhi. Ibarat badan mereka saya lepas, tapi di badannya saya ikatkan sebuah tali yang bisa saya tarik dan ulur. Teorinya mudah. Prakteknya tidak.

Ini langkah yang saya tempuh :

1. Kalau mereka minta dibuatkan situs pribadi, set up account website (multiply, facebook, MySpace atau apapun) dengan e-mail orang tua. Sekarang ini anak-anak saya hanya punya blog. Rengekan mereka untuk membuka FB saya tolak karena menurut saya FB tidak suitable untuk anak-anak (beberapa temannya punya FB, jadi peer presure). Saya ijinkan nge-blog karena : bisa untuk latihan menulis, bisa menampilkan hasil karya mereka (gambar dsb) dan saya agak familiar. Ini dia. Orang tua harus familiar dengan oprekan anaknya. Jangan sampai si anak lebih melek internet daripada ortunya. Kalau anak anda punya situs, anda juga harus punya situs, minimal untuk menguasai pernak-pernik internetnya.

2. Untuk situs pribadi, syarat untuk menjadi kontak mereka :
- Seusia dengan mereka, preferably dari gender yang sama (saya bukannya membatasi dan pilih-pilih gender)
- Kalau tidak seusia, maka anak-anak saya harus mengenal mereka personally sebagai teman baik ibu (bukan hanya kenal lewat dunia maya).
- Sebelum "accept" any invitation, saya harus melihat dulu profile si pengundang, termasuk orang tua si anak (hopefully ada foto orang tuanya, untuk menunjukkan si anak ada di bawah pengawasan "mata elang" orang tua). Maksudnya, saya lebih pe-de jika anak saya berteman dengan anak yang juga mendapat pengawasan ketat dari orang tua-nya. Terus terang saya termasuk pilih-pilih dalam memilih teman untuk anak-anak saya.

Oh ya, sering-seringlah meninggalkan pesan di situs anak-anak kita, agar orang juga aware bahwa ortunya "ngglibet". Hal itu juga akan menimbulkan kesan bahwa si anak tidak dibiarkan berkeliaran di dunia maya sendiri (orang yang akan berbuat macam-macam akan berpikir seribu kali).

3. Periksa semua tautan/pernak-pernik yang dipasang di situs mereka. Penyedia jasa counter karena free wajar jika mereka menerima advertising dari mana saja, termasuk indutri pornografi.

4. Kita adalah tempat anak berkaca. Anak-anak melihat kita sebagai role model. Kalau kita ingin anak-anak kita baik, ya kita sendiri harus menajdi orang baik. Periksa isi situs kita. Jangan sampai ada kata-kata atau content yang tidak appropriate. Tunjukkan kepada anak kita bagaimana etiquette berinternet yang baik.

5. Usahakan agar anak-anak hanya berinternet di rumah. Selama itu, beri mereka pesan agar bersikap responsible. Tujuannya agar begitu mereka berinternet di luar rumah, mereka tetap responsible.

6. Saya sudah coba pasang parental control, tapi sejauh ini tidak terlalu efektif. Memang sebaiknya parental control dipasang. Tapi semakin anak besar, mereka menuntut jelajah yang lebih luas. Ibaratnya waktu kecil kita bisa menuntut mereka untuk main di halaman rumah. Tapi begitu besar, kita tidak bisa "mengurung" mereka. Jadi hanya bekal keimanan dan kepercayaan saja yang bisa kita tanamkan.

7. Set up e-mail hanya jika mereka sudah cukup dewasa, karena dengan e-mail mereka bisa sign-up kemana-mana. E-mail juga susah dimonitor. Kalau ingin bertukar pesan lewat situs saja, lebih mudah dimonitor.

8. Yang terakhir, keep them in our pray!


note:
gambar dipinjam dari sini