Senin, 07 November 2011

Umay - Pesta Sekolah (2011): Teks tentang Relasi Anak

Oleh: Wisnu Martha Adiputra

Entah mengapa setiap mendengarkan lagu anak-anak saya selalu teringat dengan lagu "Aku Anak Sehat". Lagu itu mengingatkan bagaimana pesan media apa pun akan selalu rentan terhadap "intervensi" dan kepentingan penguasa, apalagi pesan media musik rekaman. Coba simak petikan lirik ini..."aku anak sehat, tubuhku kuat, karena ibuku rajin dan cermat...semasa aku bayi selalu diberi ASI, makanan bergizi, dan imunisasi. Posyandu menungguku setiap waktu...."

Bagaimana bisa lagu anak-anak berisi "arahan" untuk ibu dan jelas berisi pesan komunikasi pembangunan? namun itulah yang terjadi di era Orde Baru berkuasa di mana media menjadi elemen penting bagi hegemoni penguasa, ideological state aparattus, istilah yang dikenalkan oleh Antonio Gramsci. Tidak hanya kekuasaan pemerintah yanng mungkin hadir dalam pesan media musik populer. Agen yang lain, terutama media dan pasar sangat mungkin hadir di dalamnya.

Hal yang mirip, di mana "arahan" untuk anak hadir, bisa ditangkap di album anak-anak yang bagus ini walau pesannya tidaklah terlalu eksplisit. Arahan tersebut bisa ditemukan di lagu "Menabung". Tidak seeksplisit arahan "Menabung Pangkal Kaya" pada jaman totaliter Orde Baru memang karena unsur negara ataupun penguasa tidak muncul, namun tetaplah modus arahan itu terdengar samar.

Isi pesan lagu yang lain juga menarik. Selain semua lagu di album ini bernuansa ceria dan irama masa kini, pesan di tiap lagu juga unik. Ada kisah superhero lokal di lagu "Gatotkaca". Walau sebenarnya penulis lagu bisa merujuk pada superhero Indonesia yang lebih baru semisal Kapten Indonesia, Darna, Godam, dan Elmaut, daripada Kapten Amerika, Wonder Woman, Superman+Thor, dan Spiderman (walau tidak ada beda superhero Indonesia yang saya sebut dengan superhero Amerika itu :))

Ada juga keceriaan bersekolah di lagu awal "Pesta Sekolah". Hal ini unik karena biasanya bersekolah dikaitkan dengan suasana menjemukan atau kaku semacam piket kelas atau upacara, atau "ketakutan" terhadap otoritas lembaga pendidikan yang berlebihan, semisal ketakutan atas ujian. Namun di lagu ini sekolah adalah pesta. Bersekolah adalah aktivitas yang menyenangkan. Di antara semua lagu, saya paling senang dan agak terkejut dengan lagu "Takkan Nakal Lagi". Lagu ini menunjukkan nuansa baru relasi antara anak dan orang-tua (mama). Lagu ini bercerita tentang kesedihan anak-anak setelah berbuat "kenakalan". Hal yang menarik adalah permintaan si anak agar sang mama juga berhenti marah. Kita sering lupa, relasi orang tua dan anak bukanlah satu arah. Sang anak juga memiliki permintaan dalam relasi tersebut.

Relasi lain sang anak dengan anggota keluarga bisa diamati dalam lagu "Dekat Dekatlah denganku". Lagu yang berkisah kedekatan sang anak dengan adiknya. Sang anak yang menjadi kakak menjadi pelindung bagi sang adik. Relasi yang galib dalam kehidupan namun jarang dimunculkan dalam teks lagu. Biasanya adik di dalam teks media apa pun menjadi obyek kelucuan dan kegemasan orang yang lebih dewasa. Pengaruh media dalam kehidupan anak jelas terlihat dalam lagu "Rocker Kid" dan "Sepakbola". Suasana hidup anak lelaki memang lekat dengan karakter keren dunia dewasa nanti, di mana laki-laki semestinya "nge-rock" dan suka dengan sepakbola.

Album ini secara umum berisi materi yang bagus untuk anak-anak karena mengungkap kehidupan anak-anak terkini. Sayangnya, distribusi tertutup album ini yang hanya melalui satu jaringan makanan cepat saji menjadikan anak-anak sub-urban dan rural memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk mengaksesnya. Karena lagu anak-anak itu barang langka sebaiknya ada upaya bersama untuk memperluas konten musik populer yang bisa diakses anak-anak seluas mungkin. Hal ini lebih baik daripada anak-anak hanya mengenal lagu-lagu orang dewasa yang tidak sesuai dengan perkembangan psikologis anak-anak.


Daftar Lagu
1. Pesta Sekolah
2. Takkan Nakal Lagi
3. Rocker Kid
4. Umay Datang
5. Tamasya
6. Sepakbola
7. Dekat, Dekatlah denganku
8. Menabung
9. Doa Dulu
10. Gatotkaca

Selasa, 04 Oktober 2011

Sibukkan Anak!

Berikut adalah sharing pengalaman dari Dina Sulaeman, bagaimana beliau membuat kesibukan bagi Reza, putranya, agar anak tidak tergoda mencari hiburan yang tidak sesuai bagi usianya.
========================================

Sibuk
Oleh: Dina Sulaeman

Pakar parenting, bu Elly Risman, dalam sebuah seminar pernah mengatakan, kurang lebih, bahwa anak yang tergoda untuk mengakses pornografi, baik itu melalui game, ke warnet, internetan, handphone, dll, adalah anak yang TIDAK ADA KERJAAN. Artinya, si anak merasa jenuh, di rumah segala sesuatu sudah tersedia dan dilayani, akhirnya, cari-cari kerjaan lain. Karena itu, solusi utamanya adalah: beri anak kesibukan selain nonton tivi dan main game. Kalau sudah kecanduan gimana? Itu pembahasannya lain lagi, saya juga belum punya ilmunya... :(

Tapi buat anak-anak yang belum sampai kecanduan tivi dan game, sejak dini, mari kita ‘kepung’ mereka dengan berbagai aktivitas yang membuat mereka lupa pada tivi dan game. Apa saja aktivitasnya, tentu disesuaikan dengan kondisi keluarga masing-masing.
Berikut ini kegiatan-kegiatan yang sedang saya kondisikan untuk Reza.

1. Membaca buku
Membaca adalah kegiatan yang harus lahir dari hati, artinya, rasa ‘senang membaca’ itu yang harus ditumbuhkan sejak dini. Caranya antara lain:
  • ‘kepung’ anak dengan buku, di setiap sudut ada buku yang siap dibaca.
  • setiap pulang dari berbagai tempat, saya usahakan membawa buku sebagai oleh-oleh. Oya, kan harga buku mahal yah, nah, triknya, saat ada obral buku (di Gramedia jl Merdeka Bandung, secara berkala biasanya suka ada bazaar buku murah), saya beli langsung banyak, tapi saya sembunyikan dulu. Nanti kalau saya mau ke kampus atau ke mana, saya bawa satu buku, dan pulangnya, “Reza...mama bawa oleh-oleh buku..yeee..!asyiiik...! malam ini, kita akan baca buku bareng-bareng...!” ( Katakan dengan intonasi suara penuh semangat, kita ciptakan situasi bahwa mendapat hadiah buku itu sebuah kejutan besar yang menyenangkan)
  • jadikan membacakan buku sebagai ‘hadiah’, “Kalau Reza melakukan ini..nanti hadiahnya mama bacakan 2 buku...” (biasanya sih Reza suka nawar, minta bacakan 5 buku, hehe)
  • berikan keteladanan: kalau ibu rajin pegang (dan baca) buku, biasanya anak akan meniru
  • ...(mungkin ada ide tambahan?)
2. Membuat kerajinan tangan
Saya sebenarnya bukan orang yang telaten bikin kerajinan tangan, pun bukan orang yang kreatif. Tapi dengan internet, kita bisa belajar. Ada banyak video di you tube yang mengajarkan cara membuat berbagai jenis kerajinan tangan (keywordnya: simple craft kids).

Reza alhamdulillah sudah keranjingan ‘berkarya’ (saya mengenalkan kata ‘karya’ kepadanya dan menggunakan dalam percakapan sehari-hari: Reza mau membuat karya apa? Mana karya Reza? Ayo, kita berkarya hari ini! Reza punya ide, kita harus membuat karya apa sekarang?).

Karena kakaknya membuat karya dompet dari kain felt, lalu dijual, suatu malam, Reza termotivasi untuk membuat 11 hewan dari kertas (origami) dan besoknya dijual ke teman-temannya seharga Rp200 per buah. Lumayan, laku semua. Reza pun bangga sekali. (ssst... ini pun saya kondisikan kok: saya memberikan sejumlah koin 200-an ke guru Reza, lalu, ibu guru membagikan koin itu ke anak-anak, dan anak-anak diminta membeli karya Reza:D).

3. Membuat Buku
Ini yang saya maksud: aktivitas yang disesuaikan dengan kondisi keluarga. Karena kami keluarga penulis (dalam arti sebagian besar aktivitas kami untuk mencari nafkah adalah melalui tulisan), jadilah saya pun mengenalkan cara membuat buku kepada Reza, dan dia asyik sekali, dia tahan berjam-jam ‘membuat buku’. Caranya mudah kok, siapa saja bisa meniru.
  • Sediakan 3 lembar kertas HVS, dilipat dua, di-hekter tengahnya, jadilah sebuah buku dengan 12 halaman
  • Cari gambar yang disukai anak di internet, lalu di print seukuran buku yang mau dibuat. Reza suka sekali Bernard, maka kami pun mengeprint 4 buah gambar Bernard. Gambar ini ditempel di buku.
  • Buat teksnya, ajak anak memikirkan apa isi teks buku itu, disesuaikan dengan gambar. Misalnya, gambar Bernard sedang pakai ban renang, teksnya: Bernard adalah beruang yang lucu. Dia suka berenang.
Kegiatan ini sekaligus berfungsi mengajari anak membaca tanpa mengeja loh.
Lalu, diskusikan bersama anak, apa judulnya. Ini judul ciptaan Reza: Beruang Suka Melucu.
Teks itu diprint, lalu digunting, dan ditempel di ‘buku’. Begini contohnya:


4. Sepakbola
Karena klub sepakbola untuk anak kecil belum ada di lingkungan kami, jadilah saya yang membuat sendiri klub itu. Nama klubnya: Rumah Qurani FC (hehehe). Saat ini anggota klub sudah 10 anak. Mendatangkan pelatih juga loh, guru olahraga lulusan UPI. Biayanya gimana..? Yah, karena kami tinggal di kampung, iuran anggota gak bisa mahal-mahal, hanya 30rb perbulan. Dengan guru, saya bikin perjanjian bagi hasil saja. Jadi berapapun penghasilan yang didapat, hingga 200rb hak guru, sisanya dibagi 50:50. Bulan yll ‘penghasilan’ kami hanya 180rb (karena sudah dipotong sewa lapangan, bikin spanduk, fotokopi brosur), jadi semuanya diserahkan ke pak guru. Saya blm dapat laba juga gpp..toh tujuan utamanya kan memfasilitasi supaya Reza dan anak-anak sebayanya bisa punya klub bola; ini sudah terwujud saja, saya sangat bersyukur.

Yah, inilah sekedar bagi-bagi ide... siapa tahu bermanfaat buat pembaca. Spiritnya adalah, mari kita bikin anak-anak kita sibuk setiap hari...mari kita tumbuhkan rasa gemar berkarya dan beraktivitas yang sehat, bukannya nonton tivi dan main game melulu...

Oiya, kalau teman-teman ada ide tambahan, jangan sungkan-sungkan untuk menyampaikan ya...kita saling berbagi ide yuk:)


note:
Foto diambil dari blog Dina Sulaeman

Rabu, 23 Maret 2011

Efek dari Kartun yang Mengandung Kekerasan

Berikut ini adalah cerita yang dapat menjadi contoh nyata bagaimana efek menonton film kartun yang memuat adegan kekerasan sangat mempengaruhi perilaku anak. Semoga menjadi pelajaran berharga untuk kita semua dan menguatkan tekad untuk makin menjaga anak-anak kita dari serangan tayangan-tayangan seperti ini.

=======================================================

Efek dari Kartun yang Mengandung Kekerasan
oleh Fetry Z. Achmad

Ini kejadian waktu hari Ahad kemarin ketika Bintang ikut Ambu untuk pengajian di sebuah masjid.

Waktu datang, Ambu melihat ada teman yang sudah saya kenal,tentu plus anak balitanya. Usianya 4 tahun, laki-laki dan sudah ada disana bersama dengan teman seusianya.

Bintang yang masih new comer, masih pengikut, apa-apa ngikutin, walaupun nggak diajak. Ambunya hanya perhatikan saja, karena biasanya anak-anak butuh beradaptasi dengan teman barunya. Walaupun, sempat digalakin juga, tapi, Bintang masih saja ngikutin.

Sekitar satu jam setelah itu, sebutlah anaknya bernama Ben, tiba-tiba ngasih jurus Ben10 yang sering ditontonnya, "Jurus Angiiinnn!!!" sambil memutar-mutar tangannya ke arah Bintang. Refleks, Bintang langsung lari dari kejaran anak laki-laki tersebut. Teman perempuan Ben tersebut, sebutlah namanya Dora, ikut-ikutan menyerbu Bintang.

Melihat itu, Bintang langsung sembunyi di belakang benteng. Tapi, sedihnya, nah lho, kok anak-anak itu malah nabok-nabokin tangannya Bintang???

Melihat itu, Ambu langsung bergegas untuk melerai dan bilang "Nggak main pukul ya sayanggg...."
Sungguh, jika masih bisa ditolerir untuk pergaulan anak, Ambu biarkan saja. Tapi, kalau sudah ada main fisik, saya turun tangan. Apalagi Bintang belum genap 3 tahun, khawatir trauma.

Saya peluk Bintang, dan bilang "Ya udah, kakak sementara nggak main dengan Ben dan Dora dulu yaaaa... Kan masih banyak anak-anak lain..".. Tak lama, Bintang memang langsung main lagi dengan anak-anak lain, termasuk dengan Ben dan Dora itu. Tapi, tetap dalam pengawasan Ambu.

Saya tahu, Ben dan Dora sebetulnya anak yang sangat baik, apalagi sudah masuk playgroup yang direkomendasikan untuk anak-anak yang di-didik sesuai dengan nilai-nilai agama kami. Tapi, karena dia mempunyai tokoh yang diidolakan itu, secara tidak langsung jadi terpengaruh.

Bukan, bukan berniat turun tangan untuk masalah anak-anak batita. Tapi, karena Bintang dalam usianya tersebut, masih dalam pengawasan, dan belum termasuk yang "wajib" bersosialisasi, makanya masih diawasi dulu. Tapi, ya itu, suka gemes dengan anak-anak yang terpengaruh dengan film kartun yang mengandung kekerasan, dan dipraktekkan dengan pukulan, cubitan, tendangan, pada teman-temannya. Untuk saya sendiri, ini adalah salah satu alasan kenapa Bintang tidak nonton TV. Jika nonton pun, sangat dibatasi, mengingat selain film-nya, iklan-iklan di TV juga tidak edukatif.

Begitu juga nonton DVD, cukup selektif. Semoga Bintang paham, mengapa Ambunya demikian selektifnya untuk melakukan aktivitas sehari-hari untuknya, sampai saatnya dia akan paham dan bisa memilah sendiri. Lebih rela deh, anaknya main pasir atau main matahari dibanding harus nonton film yang tidak edukatif, walaupun itu berlabel kartun.



note:
Gambar dipinjam dari sini

Jumat, 30 Juli 2010

Musik Indah Untuk Keluarga

oleh : Wisnu Martha Adiputra

Setiap saya mampir ke dua tempat, toko CD dan toko buku, saya selalu berpikir, CD audio, film, atau buku apa yang bisa saya belikan untuk anak saya? Saya tidak ingin terlalu egois dengan mengakses konten media untuk saya sendiri. Saya juga ingin tetap mengingat konten media untuk anak walau pada prakteknya, kunatitas konten media yang saya akses kira-kira tiga kali lebih banyak dari konten media untuk anak saya.

Permasalahannya, untuk konten musik anak bukan hanya kuantitas yang sangat kurang, kualitasnya juga sedikit yang bagus. Beberapa waktu yang lalu saya pernah membaca betapa musik untuk anak-anak sungguh terbatas. Bila pun ada, kebanyakan mendaur-ulang lagu jaman dulu dengan aransemen yang relatif sama. Ada juga album lagu anak-anak tetapi berasal dari sebuah acara kompetisi menyanyi untuk anak-anak yang menyanyikan lagu orang dewasa. Bagi saya, filosofi acara itu sudah salah sehingga outputnya pun lebih merupakan imitasi untuk anak-anak. Anak-anak di acara itu "dipaksa" menjadi bukan anak-anak bukan hanya karena lagu-lagu yang mereka nyanyikan tetapi sikap dan gaya mereka yang diarahkan seperti orang dewasa atau selebriti tidak bermutu.

Ada juga jenis musik anak-anak yang lain, yaitu lagu anak-anak dari "jaman dulu". Masih ada album-album dari Sherina dan Tasya walau itu akan berpotensi membingungkan anak-anak yang mengaksesnya karena keduanya telah dewasa. Beberapa album bahkan lebih lama lagi. Saya masih mendapatkan album kompilasi Trio Kwek Kwek dan Melisa, yang rupanya masih diproduksi karena musik untuk anak-anak memang langka.

Waktu saya berkunjung ke toko CD dan toko buku beberapa hari yang lalu itu, ada dua konten media yang agak mengagetkan sekaligus menyenangkan saya, yaitu buku komik tentang perjalanan musik Bono dan U2, dan album CD "Jazz for Family". Konten media pertama akhirnya saya coret karena walaupun berkisah tentang Bono dan supergrup U2 dengan menggunakan komik yang dituliskan di judulnya untuk anak-anak, komik ini bukan untuk anak-anak. Informasi yang diberikannnya lebih ditujukan untuk pembaca yang paham informasi lanjutan.

Konten media kedua benar-benar membahagiakan saya. Sebenarnya saya sudah membaca review-nya di sebuah suratkabar ibukota tetapi entah mengapa saya lupa dengan album ini dan baru saya teringat ketika melihatnya di toko CD secara tak sengaja. Walau untuk ukuran album Indonesia album ini agak mahal tetapi materinya sepadan. Album ini berisi interpretasi ulang lagu anak-anak dalam musik jazz yang disajikan dengan indah.

Begitu sampai di rumah, album ini langsung saya putar. Kami bertiga, saya, istri, dan anak, mendengarkannya dengan rasa bahagia atau mungkin juga rasa bahagia itu hadir setelah mendengarkan musiknya yang memang menenangkan. Dan yang paling membahagiakan saya adalah anak saya menikmati lagu-lagu yang telah dikenalnya dalam alunan jazz. Awalnya terlihat dia merasa aneh dengan lagu-lagu yang ada di CD karena dimainkan dengan cara berbeda. Kemudian, dia terlihat senang dengan semua lagu yang diputar. Setelah mendengarkan album ini anak saya menjadi terbiasa dengan improvisasi lagu. Sebelumnya, dia akan protes bila saya menyanyikan lagu dengan gaya berbeda seperti yang dia kenal.

Upaya semacam ini layak diapresiasi. Anthony S. dan kawan-kawan melakukan langkah yang bagus. Walau baru sedikit, menyediakan pilihan yang lebih beragam untuk musik anak-anak adalah upaya luar biasa. Mengenalkan improvisasi yang termaktub dalam musik jazz untuk anak-anak adalah misi berikutnya. Hal ini sejalan dengan beberapa album lagu daerah untuk anak-anak yang saya akses pula. Pelakunya pun sama "Gema Nada Pertiwi". Dari sisi bisnis, ini upaya bagus karena jarang produsen pesan yang "bermain" di wilayah musik anak. Ini juga kasus yang bagus diteliti oleh pembelajar kajian media. Dari sisi sosiokultural, upaya ini juga "mulia" karena mengenalkan keberagaman musik pada anak-anak Indonesia.

Berkat album ini saya juga mendapatkan moment indah mengakses pesan media. Kami sekeluarga mendengarkan album ini dengan bahagia, membagi kebersamaan di suatu sore yang indah.

Album: Jazz for Family, “Children Sngs with Jazz Flavour”
Artis: Anthony S, Imam Pras, Arief Setiadi, Galeri Anak
Produksi : Cakrawala Musik Nusantara/GNP, 2009
Harga: Rp. 50.000,-

Daftar lagu:
1. Burung Kakatua
2. Oe Oe, Oa Oa
3. Aku Anak Pintar
4. Desaku
5. Bermain Layang-Layang
6. Pepaya Mangga Pisang Jambu
7. Burung Ketilang
8. Kupu-Kupu
9. Burung Hantu
10. Kapal Api
11. Kapal Api (instrumental)
12. Aku Anak Pintar (instrumental)

Kamis, 22 Juli 2010