Rabu, 30 Desember 2009

[Cinta Dongeng, Cinta Baca] Cinta Dongeng, Cinta Baca: Virus Cinta yang Harus Ditularkan!

Oleh : Norma Widayati

Bu, apakah benar Alien itu ada? Kalau ya, mereka berasal dari planet mana? Kalau tidak, apakah ada makhluk lain yang lebih cerdas daripada manusia? Mungkinkah ada kehidupan lain di jagat raya, karena alam semesta itu ’kan sangat luas? Bu, apa yang menyebabkan gunung berapi meletus? Kenapa di Indonesia sering terjadi gempa?Apakah benar Allah marah karena manusia telah merusak alam?

Itu adalah sebagian pertanyaan murid-murid di Sekolah Dasar yang sering saya temui. Betapa keingintahuan mereka begitu besar terhadap sebuah peristiwa maupun informasi yang mereka temukan. Tidak jarang pertanyaan mereka membuat kening guru dan orangtua berkerut. Bagaimana menjawabnya? Apa yang harus kita lakukan?

Jaman sekarang setiap orangtua dan pendidik harus menyiapkan diri untuk mampu menjawab pertanyaan kritis anak-anak. Itulah mengapa saya memberi judul seperti di atas, karena saya pikir virus cinta buku dan dongeng akan menjadi sarana yang tepat untuk mengatasi kebimbangan kita. Buku dan dongeng akan merangsang imajinasi anak-anak sehingga lebih cerdas baik secara intektual, emosional maupun spiritual.

Terkait dengan hal ini, sebenarnya kemarin saya sempat bingung juga untuk menulis, karena saya masih single dan belum punya anak. Namun saya pikir tidak ada salahnya untuk mencoba, setidaknya berbagi pengalaman saya sebagai pribadi maupun sebagai staf pengajar di sebuah sekolah dasar.

Sejak kecil saya menyukai buku, hal ini tidak terlepas dari peran orangtua terutama ibu yang suka membelikan majalah anak-anak. Waktu itu saya menyukai majalah anak-anak seperti Gatotkaca, Putra Kita, si Kuncung, Bobo dan Ananda. Sebenarnya saya juga menyukai buku-buku, namun karena kondisi keuangan belum memungkinkan dan jarak toko buku yang cukup jauh, maka ibu berinisiatif meminjamkan buku dari perpustakaan di sekolah tempat ibu mengajar. Hal ini membuat saya cukup senang walau hanya dengan buku pinjaman. Apalagi ditambah kebiasaan ibu mendongeng sebelum tidur untuk saya dan adik-adik.

Saya ingat sekali, suatu ketika saya bersitegang dengan ayah karena beliau tidak mau membelikan saya majalah Bobo terbitan terbaru. Sebagai anak kecil, saya tidak mau menerima alasan ayah yang sedang capek pulang dari kantor. Akhirnya saya mengambil sepeda dan mulai mengayuh. Pikir saya waktu itu, pasti ayah tidak akan tega membiarkan saya, anak perempuannya yang masih duduk di kelas 5 SD pergi sendiri ke agen majalah. Sebenarnya sih itu akal-akalan saya saja supaya ayah merasa bersalah dan mau mengantar saya membeli majalah. Eh, tunggu punya tunggu, ternyata ayah saya tidak tergerak hatinya. Beliau tetap saja membiarkan saya mengayuh sepeda sendirian.

Hati saya hancur dan sambil menangis, saya mulai mengayuh sepeda menyusuri jalan. Sebenarnya jarak antara rumah dengan agen majalah hanya sekitar 2 km, namun pada waktu itu bagi saya jarak tersebut cukup jauh dan berbahaya karena harus melewati jalan raya yang cukup padat.

Sambil berusaha mengatasi ketakutan yang bercampur keinginan untuk membuktikan bahwa tanpa ayah pun saya bisa mendapatkan majalah itu, saya pun bersemangat mengayuh sepeda. Di tengah lamunan saya, tiba-tiba ada suara dari arah belakang. Ayah memanggil-manggil nama saya dan dengan perasaan bersalah mencoba mengawal saya sampai ke tujuan. Alangkah senangnya saya, akhirnya saya mendapatkan juga majalah yang saat itu berharga Rp 500,00. Saya mendapatkan banyak pengetahuan dari majalah tersebut.

Oh ya, letak rumah saya hanya terpaut dua bangunan dari rel kereta api. Di tengah situasi yang serba sulit, saya mendapatkan hiburan dari koran-koran bekas yang beterbangan dibuang para penumpang kereta api. Bila mendapatkan karikatur maupun cergam yang lucu-lucu, saya tertawa-tawa sendiri sembari menyambung sobekan koran-koran bekas alas tidur itu. Hal ini sangat berkesan karena saat pelajaran mengarang, saya menceritakan kisah ini dan berhasil mendapat angka 8. Tidak terlalu mengecewakan ’kan?

Tahun demi tahun berganti, sekarang saya sudah menjadi salah satu pengajar di sebuah sekolah swasta. Kegemaran saya tentang buku semakin menjadi-jadi. Saya merasa buku adalah kekayaan saya, jadi saya berusaha menyisihkan gaji walau sedikit untuk membeli buku. Alhamdulillah saya mempunyai banyak teman untuk berdiskusi tentang buku. Buku-buku inspiratif seperti Tetralogi Laskar Pelangi, Three Cups of Tea, La Tahzan, sampai novel Twilight Saga menjadi bahan diskusi kami. Kami saling memberikan informasi mengenai buku baru yang layak untuk dibaca.

Saat ini saya dan teman-teman masih terus berusaha menularkan virus cinta buku dan dongeng terhadap murid-murid dan kolega kami. Di sekolah, kami mengadakan acara Morning Meeting, yaitu semacam pemanasan supaya anak-anak siap mendapatkan pelajaran. Dalam acara tersebut, ada beberapa hal yang dilakukan seperti Brain Gym, tebak kuis, maupun Story Telling. Biasanya kami menyuruh salah satu anak sehari sebelumnya untuk membaca salah satu buku, kemudian keesokan harinya dia harus bercerita di depan kelas. Selanjutnya kami sebagai guru akan membantu membuat kuis sesuai isi cerita. Anak yang dapat bercerita dengan lancar dan mampu menjawab kuis akan mendapat bintang atau reward lainnya.

Anak-anak juga kami beri kebebasan untuk membawa buku dari rumah ke sekolah. Biasanya yang mereka bawa adalah buku-buku ensiklopedia, buku cerita seperti KKPK (Kecil-Kecil Punya Karya), buku-buku tentang kisah nabi, dan lain-lain. Anak-anak yang membawa buku cukup banyak sehingga kami mengadakan voting untuk menentukan buku mana yang akan dibaca terlebih dahulu. Dalam sehari biasanya 1- 2 buku kami bacakan di sela-sela kegiatan belajar mengajar. Acara tersebut dilanjutkan dengan kuis, misalnya dengan pertanyaan tentang judul buku, nama tokoh, pengarang, penerbit, lokasi kejadian, dan sebagainya. Anak yang bisa menjawab kuis dengan benar akan mendapatkan tambahan bintang yang dapat ditukarkan dengan reward berupa pernak-pernik lucu. Alhamdulillah, anak-anak senang dengan acara ini.
Ada pengalaman lucu terkait dengan virus cinta buku ini. Suatu hari saya mendapat kado dari murid saya. Saya merasa heran karena saat itu saya tidak sedang ulangtahun atau mengalami momen istimewa. Gadis kecil berumur 7 tahun itu ternyata menghadiahi saya sebuah buku berjudul La Tahzan for Jomblo. Subhanallah, saya geli bercampur haru, apalagi teman-teman saya sampai tertawa menggoda. Usut punya usut, ternyata dia memberikan kado itu setelah membaca profil saya di Facebook, dimana salah satu buku favorit saya adalah La Tahzan. Kata mamanya, dia merasa bahwa kami mempunyai hobi yang sama, bahkan buku yang sejenis. Dia adalah pembaca setia La Tahzan for Kids. Hebatnya lagi, dia sendiri yang memilih kado itu di toko Gramedia. Subhanallah...
Untuk menunjang pemularan virus cinta tersebut, pada Hari Ibu atau Bulan Bahasa, sekolah kami mengadakan lomba bercerita, lomba menulis puisi maupun resensi buku. Alhamdulillah peminatnya cukup banyak dan acara kami mendapatkan dukungan sepenuhnya dari orangtua murid. Bahkan ada murid kami yang sudah mampu menjuarai lomba bercerita/ mendongeng tingkat propinsi. Selain itu, pada hari-hari sekolah biasa, perpustakaan menjadwalkan jam berkunjung siswa. Setiap anak berhak meminjam dan membaca buku di sana. Itu semua dimaksudkan supaya anak-anak gemar membaca buku dan mendapatkan manfaat darinya.
Saya pikir memang sangat bijak bila kita mengenalkan buku dan dongeng kepada anak-anak sejak usia dini. Masa Golden Age merupakan masa penting pertumbuhan otak sehingga semakin banyak hal positif ditanamkan, InsyaAllah skill dan performance anak juga akan berkembang dengan baik. Hal ini juga patut mendapat perhatian kita apalagi saat ini banyak sekali tayangan televisi yang kurang mendidik dan cenderung instan. Kemudahan akses internet yang tanpa kontrol juga menjadi potensi yang sangat membahayakan anak-anak generasi penerus bangsa.
Selain program untuk anak-anak, kami sebagai pendidik juga mengadakan acara yang menunjang kegemaran membaca buku. Pada hari tertentu kami mengadakan acara sharing dan bedah buku. Di sela-sela kesibukan mengajar, kami juga melengkapi koleksi perpustakaan sekolah dengan berbelanja buku-buku. Alhamdulillah Yogyakarta merupakan salah satu kota yang sangat aktif menyelenggarakan pameran buku sehingga akses kami semakin luas dalam mendapatkan buku-buku berkualitas. Kami juga sering berbagi pengalaman untuk dapat menyampaikan materi pelajaran melalui dongeng atau cerita.

Untuk cita-cita ke depan, saya mempunyai mimpi mengenai perpustakaan pribadi yang dibuka untuk umum sehingga masyarakat bisa mengakses manfaat dari buku. Perpustakaan itu dilengkapi dengan taman bermain sehingga anak-anak bisa bermain sepuasnya. Bangunan lain yang penting adalah semacam aula atau pendopo kecil untuk tempat membaca buku, bedah buku maupun story telling. Saya yakin Indonesia akan jauh lebih maju bila masyarakat menggemari buku dan dongeng sebagai sarana edukatif. Bukan tidak mungkin bangsa ini akan menyamai Jepang bila masyarakatnya cerdas dan kreatif. Semoga...

(diikutsertakan dalam lomba penulisan artikel ”Cinta Dongeng, Cinta Baca”)

note : gambar dipinjam dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar