Selasa, 29 Desember 2009

[Cinta Dongeng, Cinta Baca] Dongeng Mamakku Jadi Bahan Ajar Untuk Anakku

Oleh : Wawa Wilang

Mamak begitulah aku memanggil ibuku, dia CUMA ibu rumah tangga dengan 6 orang anaknya yang sekarang sudah beralih peran menjadi orang tua. Sering terlintas dipikiranku betapa hebatnya Papa dan Mamakku, tanpa pendidikan tinggi mereka bisa menjadikan kami 6 orang anaknya mandiri dengan keadaan serba secukupnya. Dibanding sanak keluarga kami yang lain, keluarga kami termasuk agak kesulitan secara finansial karena Papa dan Mamak hanya penjual makanan di pasar malam. Aku ingat kerepotan Mamak sebagai penanggung jawab utama kegiatan ekonomi keluarga kami itu, dari mulai belanja, masak dan mengurus 6 anaknya yang berumur hampir sebaya.

Tapi satu hal yang melekat kuat dalam ingatanku, Mamakku masih sempat mendongeng setiap malam untuk aku dan kakak-kakakku. Dulu belum ada buku-buku dongeng, jadi Mamakku menceritakan secara lisan sambil tiduran dikamar. Kalau sekarang aku pikirkan kembali, kenapa selalu sambil tiduran dikamar, mungkin karena Mamakku terlalu lelah untuk mendongeng sambil duduk di ruang tamu setelah seharian mempersiapkan makanan untuk dijual dan mengurus anak-anaknya. Sampai pada kesimpulan ini, aku tidak berani lagi memakaikan kata keterangan CUMA didepan sebutan ibu rumah tangga untuk Mamakku.

Lalu beberapa bulan terakhir ini aku merasakan suatu perasaan yang ”tidak hebat”, ”tidak bijaksana”, ”tidak maksimal”, terutama ”tidak adil” kepada anakku semata wayang yang baru berusia 3 tahun. Menjelang waktu tidurnya aku jarang sekali sudah sampai dirumah, apalagi untuk membacakan dongeng. Tapi puji Tuhan dalam beberapa bulan ini jugalah akhirnya aku sadar bahwa aku harus menjadi sedikitnya seperti Mamakku di malam hari, mendongeng! Aku tahu perkerjaan yang aku lakukan sekarang jauh lebih ringan daripada perkerjaan Mamakku dulu, jadi seharusnya paling tidak aku bisa seperti Mamak di malam hari.

Sekarang aku rutin membacakan dongeng untuk anakku menjelang tidurnya. Buku-buku dongeng mulai memenuhi bawah kasurnya. Setiap buku atau judul dongeng yang selesai aku ceritakan dengan semangat anakku akan memberi tanggal dan namanya sambil berjanji dia akan menjadi anak baik seperti pesan moral yang selalu aku ulangi diakhir cerita.

Aku sekarang juga rajin membaca artikel tentang pendidikan anak dan manfaat mendongeng, aku sadar dan mengakui bahwa ternyata sebagian besar pegangan hidupku selama hampir 34 tahun ini berpedoman pada dongeng-dongeng Mamakku, dan aku yakin karena dongeng-dongeng Mamakku lah yang membuat aku merasa harus sekolah dengan giat dan bekerja dengan baik dan jujur, hebat bukan dongeng Mamakku !! Papa dan Mamakku tidak bisa membekali kami dengan cukup materi tapi kasih sayang dengan dongeng sebagai sebagai media peyampai pesan moralnya terbukti mampu menjadikan kami manusia yang lebih baik.

Inilah sebagian kecil dari dongeng Mamakku dan pelajaran hidup yang aku dapatkan :
• Dongeng ” Dewi Sri ” aku terbiasa untuk hemat , tidak berlebihan dan tidak menyia-nyiakan makanan.
• Dongeng ” Anak Katak Yang Suka Membantah Ibunya ” terpatri dalam pikiranku bahwa patuh pada orang tua akan membawa kebaikan pada kita sendiri.
• Dongeng ” Anak Kambing Yang Suka Berbohong ” aku belajar bahwa hal terpenting dalam hidup adalah kejujuran dan bahwa kebohongan hanya akan melahirkan kebohongan-kebohongan selanjutnya.
• Dongeng ” Putri Serakah ” mengajarkan padaku bahwa pada satu titik dalam kehidupan , kita butuh lebih dari sekedar materi. Kita butuh cinta kasih dan kedamaian.
• Dongeng ” Doa Petani ” inilah dongeng yang paling banyak mengiringi kehidupanku, bahwa Tuhan selalu mendengar doa orang yang mau bekerja dan berusaha, tapi tidak untuk orang yang pemalas.

Aku berharap dengan kebiasaan baruku membacakan dongeng kepada anakku setidaknya membekali dia pesan-pesan moral yang bisa menjadi pengangan hidupnya sama seperti dongeng Mamakku. Ayo mendongeng !

(diikutsertakan dalam lomba penulisan artikel "Cinta Dongeng, Cinta Baca")

Note:
Gambar dipinjam dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar