Kamis, 23 Juli 2009

Televisi dan Anak-Anak Kita

Ditulis oleh Dwi Yuli Rahayu
Diikutsertakan dalam Kuis Media Diet for Kids

Judul di atas mungkin tidak jauh beda dari hal-hal yang pernah kita lihat sehari-hari. Baik di rumah kita, rumah tetangga, maupun di lorong-lorong sempit jalanan, terkadang tidaklah sulit kita menemuinya. Hampir mayoritas penduduk di muka bumi ini memiliki benda kotak yang konon ajaib itu. Kenapa ajaib, karena dia bisa menyihir bagi kita yang melihatnya. Bahkan di pelosok negeri inipun, yang konon katanya masyarakatnya terpinggirkan, juga tidaklah susah jika kita mencari televise. Sedemikian dasyatnya, hingga para remaja yang jauh dari kotapun bisa memakai baju yang sedang ngetrend karena informasi dari televise. Sungguh, sedemikian cepatnya informasi yang diperoleh dari televise.

Penulis mengambil salah satu media yakni televisi, karena benda yang satu ini sungguh-sungguh sangat hebat pengaruhnya. Tetapi tunggu dulu, apakah pengaruh itu baik atau buruk. Jika dilihat dari sisi kecepatan penyampaian informasi, televise mungkin akan menjadi favorit, lihatlah pada pilpres kemaren, berjuta suara bisa segera terkumpul dan disiarkan melalui televise, sehingga tak kurang dari lima jam, kita bisa mengetahui hasil dari pilppres. Luar biasa bukan?

Bagaimana dengan anak-anak kita?

Bagi anak usia 0-5 tahun banyak yang mengistilahkan masa ini adalah Masa Emas atau Golden Age, yaitu masa-masa di mana kemampuan otak anak untuk meyerap informasi sangat tinggi. Apapun informasi yang diberikan akan memberikan dampak bagi si anak di kemudian hari. Di masa-masa inilah peran orangtua dituntut untuk bisa mendidik dan mengoptmalkan kecerdasan anak baik secara intelektual, emosional, dan spiritual. Jika di masa-masa ini otak anak hanya diisi dengan tayangan-tayangan yang tidak bermanfaat atau malah boleh dibilang tayangan yang sangat buruk, maka kita akan melihat beberapa tahun yang akan datang pengaruh itu akan muncul, dan sebagai orang tua kita hanya bisa menyesal, karena masa-masa penting ini (Golden Age) tidak akan pernah bisa diulang.

Pengalaman saya, jauh sebelum hadirnya si kecil di tengah-tengah kami, kami berdua sudah memutuskan untuk meng’gudang’kan sebauh kotak ajaib yang bisa mengeluarkan gambar dan suara itu. Setelah ada si kecil kami tidak menonton televisi, kadang jadi buta berita juga, hanya melalui internet saja kita meng update berita. Hingga si kecil menginjak usia satu tahun kami tergoda untuk menghadirkan kembali si kotak ajaib itu. Kami berkomitmen hanya untuk update berita saja. Tapi pada kenyataannya ternyata memang tidak mudah, selalu saja tergoda untuk menekan tombol power setiap harinya. Meskipun si kecil tidak terlalu suka, tapi saya yakin semakin besar usianya jika semakin terbiasa dengan televisi, maka diapun akan semakin susah dipisahkan kelaknya. Dan tentu akan menjadi kecanduan.

Saya tertantang ketika mengetahui ada KOMPAK, mudah-mudahan melalui tulisan ini bisa memberi manfaat.

Dari pengalaman saya, anak menyukai televis karena dia terbiasa dari kecilnya menonton televisi. Hal ini timbul karena ada kebanyakan dari orang tua yang tidak mau direpotkan dengan anak. Agar anak betah dan tidak kemana-mana, maka terkadang televisi menjadi pilihan agar anak bisa duduk manis, dan orang tua bisa mengerjakan pekerjaan tanpa harus diganggu dengan rengekan ataupun tingkah laku anak-anak yang biasanya selalu ingin tahu, baik dengan pertanyaan maupun tingkah laku mereka dengan mencoba beberapa barang-barang/perabotan di rumah yang kadang itu berbahaya.

Peran kontrol dan pendampingan dalam menonton televisi sangatlah penting. Tayangan-tayangan yang ada dalam televisi tidak bisa langsung mentah-mentah diterima oleh anak begitu saja, tapi harus ada penjelasan tambahan dari orang tua, baik itu berupa meluruskan, menerangkan, memberi contoh, member ilustrasi dan sebagainya.

Sebelum meneruskan, ada baiknya saya kutipkan sedikit tulisan dari Mohammad Fauzil Adhim, dalam Postive Parenting terbitan Mizania, “Televisi menjadikan otak pasif, melumpuhkan kemampuan berpikir kritis, dan merusak teruatama kecerdasan special di otak sebelah kanan. Semakin sering menonton televisi, anak juga semakin kurang bergerak. Padahal gerakanlah yang mengaktifkan dan membangkitkan kapasitas mental mereka”

Setelah membaca kutipan di atas, akankah kita tetap menjadikan televisi sebagai sahabat dekat anak-anak kita. Tentunya tidaklah ya….

Beberapa tips dan trik yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat.
1.Saya tidak membawa unsur sara di sini, tapi sebagai seorang muslim tentunya banyak tayangan-tayangan terutama iklan yang tidak menutup aurat dengan baik sehingga ada baiknya menonton acara televisi yang aman adalah sport, berita, dan acara anak-anak karena kemungkinan besar, iklannya juga dari unsur anak-anak dan yang bersankutan dengan tayangan tersebut.
2.Menghidupkan televisi ketika anak sudah tidur
3.Membelikan buku-buku yang bernuansa religi untuk anak-anak
4.Lebih sering menemani anak bermain, daripada membiasakan waktu berdua dengan anak dengan meononton televisi
5.Bagi ibu yang tidak berada di rumah/bekerja, beli VCD yang ada unsur pendidikannya, atau games-games interaktif yang dapat merangsang kecerdasan anak melalui permainan lewat games. Referensi CD interaktif untuk anak sangat banyak beredar di took-toko buku, VCD-VCD yang tidak melulu kartun DORA, Sponge Bob juga sudah banyak di jual di took-toko buku. Sehingga ketika kita meninggalkan rumah, kita bisa meninggalkan pesan kepada orang yang mengasuh anak kita, bahwa VCD-VCD itulah yang boleh ditonton oleh anak-anak.
6.Memberi pengertian kepada seluruh anggota keluarga, bahwa menonton televisi ada aturan jamnya.
7.Membuat tulisan di dinding jadwal-jadwal televise yang boleh dan tidak boleh ditonton bersama anak
8.Menambah wawasan mengenai buruknya pengaruh televisi terhadap anak, sehingga semakin menyadarkan kita untuk terus menjauhinya.


Referensi:
1.Majalah Ummi Edisi Spesial Juni-Agustus 2008/1429 H
2.Mohammad Fauzil Adhim, Positive Parenting, Bandung: Mizania

Tidak ada komentar:

Posting Komentar